Mamuju, Sulawesi Barat – Dalam upaya menurunkan angka stunting yang masih tergolong tinggi di Kabupaten Mamuju, Bupati Mamuju Hj. Sutinah Suhardi menegaskan larangan pemberian rekomendasi pernikahan usia dini, baik oleh pemerintah desa maupun instansi terkait lainnya.
“Kita tidak boleh lagi permisif terhadap pernikahan anak di bawah umur. Fakta menunjukkan, pernikahan usia dini menjadi salah satu penyumbang terbesar kasus stunting di Mamuju,” ujar Sutinah dalam pidatonya yang mendapat tepuk tangan dari peserta.
Pernikahan Dini dan Stunting: Ancaman Ganda bagi Generasi Masa Depan
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju, lebih dari 30 persen kasus stunting di daerah ini terjadi pada anak-anak yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun. Kurangnya kesiapan fisik dan mental, serta minimnya pengetahuan gizi, menjadi faktor utama tingginya risiko bayi lahir dengan gangguan tumbuh kembang.
“Anak-anak kita yang menikah dini belum siap menjadi ibu dalam arti sesungguhnya. Mereka masih perlu tumbuh, belajar, dan mengembangkan diri. Jangan biarkan mereka mengorbankan masa depan hanya karena tekanan budaya atau alasan ekonomi,” tegas Sutinah.

Baca juga: Panitia Sandeq Silumba Gercep, 55 Passandeq Mulai Terima Haknya
Instruksi Tegas: Desa Dilarang Berikan Rekomendasi Nikah Dini
Bupati Sutinah secara eksplisit meminta seluruh aparat desa dan kecamatan agar tidak lagi mengeluarkan surat rekomendasi dispensasi pernikahan untuk warga di bawah umur, kecuali dalam kondisi luar biasa yang harus melalui mekanisme ketat di pengadilan.
Ia juga menyerukan kepada para tokoh agama dan tokoh adat agar ikut aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menunda usia pernikahan hingga minimal usia 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki demi mewujudkan generasi sehat dan berkualitas.
Langkah Nyata: Kampanye Edukasi dan Pendampingan Kesehatan Reproduksi
Pemerintah Kabupaten Mamuju juga menggandeng Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Dinas Kesehatan, untuk memperluas kampanye edukasi tentang kesehatan reproduksi, gizi remaja, dan pencegahan pernikahan anak ke sekolah-sekolah, pesantren, hingga kelompok pemuda.
“Kita harus bergerak bersama, lintas sektor. Mulai dari guru, orang tua, petugas kesehatan, hingga tokoh adat. Stunting bukan hanya soal tinggi badan, tapi tentang kualitas hidup anak bangsa kita ke depan,” terang Kepala Dinas Kesehatan Mamuju, dr. Wahyu Andi.
Dukungan Warga dan Aktivis: “Langkah Berani yang Patut Dicontoh”
Kebijakan tegas ini menuai apresiasi dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Nurul Hidayah, aktivis perlindungan anak dan remaja di Mamuju. Ia menyebut langkah Bupati Sutinah sebagai terobosan penting yang membuktikan komitmen serius pemda dalam memerangi akar permasalahan stunting.
“Banyak daerah masih ragu mengambil sikap karena khawatir melanggar adat. Tapi Bu Bupati memilih berpihak pada masa depan generasi. Ini patut jadi contoh,” ujarnya.
“Anak-anak kita adalah aset bangsa. Jangan biarkan mereka kehilangan masa depan karena keputusan yang tergesa,” pungkas Bupati Sutinah.